DPRD Jatim dari Fraksi Gerindra dapat Keluhan Masalahan Banjir Dari Warga Sampang

Foto Istimewa

Liputanjatim.com – Musim penghujan nampaknya masih menjadi persoalan cukup pelik bagi warga Kota Sampang Madura. Pasalnya  sebagian pemukiman warga kerap tergenang air atau banjir akibat saluran air (irigasi) yang ada tak mampu menampung air hujan.

Di sisi lain, saat musim kemarau tiba,  warga justru kesulitan memenuhi  kebutuhan air bersih akibat belum adanya sambungan air PDAM ke pemukiman warga Perum Permata Selog Kelurahan Dundung Kota Sampang.

“Sudah 10 tahun lebih kami tinggal disini, PDAM belum masuk ke perumahan Permata Selog khususnya warga yang ada di RT 5, 6 dan 8 yang berjumlah tidak kurang 400-an KK. Kalau bisa difasilitasi,” kata Hanafi ketua RT 5 Kelurahan Dundung Kabupaten Sampang kepada Abdul Halim anggota DPRD Jatim saat menggelar reses I tahun 2022, Selasa (1/2/2022) malam.

Ditambahkan Hanafi, warga juga berharap bisa memiliki masjid sendiri agar bisa menjalankan agama dengan baik sekaligus untuk mendidik dan melestarikan tradisi keagamaan kepada anak-anak mereka.

“Lahan insyaAllah sudah ada, tinggal bagaimana bisa difasilitasi pembiayaan agar tidak terlalu memberatkan warga,” pinta Hanafi.

Senada, Abdul Qodir warga lainnya menambahkan berharap pemerintah ikut memikirkan bagaimana agar anak-anak tidak kecanduan handphone dan game online karena jika dibiarkan bisa merusak generasi bangsa tercerabut dari akar budayanya sendiri.

Menanggapi hal demikian, Ketua Komisi C DPRD Jatim ini menegaskan bahwa
masalah banjir di Kota Sampang sulit diatasi jika proyek pembuatan sudetan dari daerah Peliang sampai Pengalengan berjarak sekitar 6 kilometer yang sudah masuk masterplant pemerintah provinsi dan pusat itu tak kunjung terealisasi.

“Kendalanya justru dari masyarakat sendiri kurang memiliki kesadaran akan pentingnya sudetan. Warga pemilik lahan  mematok harga yang terlalu tinggi hingga 3 juta per meter persegi untuk dibebaskan. Padahal pembebasan lahan itu menjadi
tanggungjawab Pemkab Sampang sehingga proyek tersebut tak kunjung terealisasi,” terang Abdul Halim.

Mantan anggota komisi bidang Pembangunan DPRD Jatim itu mengakui jika sebutan Sampang Bahari  (banjir berhari-hari) mulai berkurang, setelah terealisasi pompa penyedot air bantuan patungan dari pemerintah pusat, provinsi dan Pemkab Sampang.

“Ada tiga pompa air dari Jerman untuk menyedot air dari Sungai Kemuning itu nilainya Rp.1 triliun lebih. Rinciannya, Rp.980 miliar dari APBN, Rp.130 miliar dari APBD Provinsi dan APBD Kabupaten Sumenep sehingga banjir di kota tak terlalu parah sampai berhari-hari,” kata Abdul Halim.

Ia mengaku tahu betul perjuangan mencari solusi banjir Sampang butuh waktu yang panjang karena ikut terjun langsung bersama (Alm) Nizar Zahro anggota Komisi V DPR RI asal Fraksi Partai Gerindra.

Sayangnya, untuk solusi jangka panjang melalui pembuatan sudetan, hingga kini belum terealisasi sehingga perlu terus diperjuangkan. Halim optimis jika sudetan itu terealisasi maka persoalan banjir di pemukiman warga kota Sampang akan tertangani dengan sendirinya.

“Lokasi Kota Sampang itu berada di cekungan dan lebih rendah di banding permukaan air laut sehingga aliran sungai Kemuning susah menuju laut. Akibatnya meluber ke pemukiman warga,” tegas Halim.

Ia juga berjanji akan menfasilitasi adanya bantuan provinsi untuk pembangunan masjid jika semua persyaratan sudah terpenuhi. Misal, sudah penyerahan dari pihak pengembang perumahan kepada Pemkab Sampang. Kemudian status lahan yang akan dibangun itu minimal sudah bersertifikat wakaf.

Sementara menyangkut keluhan para orang tua terhadap dampak kemajuan teknologi yang  membuat anak-anak kecanduan Handphone dan game online, Abdul Halim mengaku bersyukur karena masyarakat Sampang memiliki kepedulian tinggi terhadap masa depan generasi  bangsa dalam upaya pelestarian tradisi nenek moyang sehingga pemerintah memiliki tanggungjawab untuk membentengi generasi bangsa agar tak tergerus dan salah arah.

“Barrier atau benteng yang kokoh agar generasi bangsa tak tergerus kemajuan teknologi adalah melalui pendidikan agama, makanya sarana dan prasarana juga perlu difasilitasi pemerintah,” harap anggota DPRD Jatim dua periode ini.

Pertimbangan lain, di negara Jepang sudah muncul fenomena antisosial di kalangan generasi muda yang dikenal dengan sebutan Cimory. Bahkan di saat Pandemi seperti sekarang fenomena itu berkembang pesat hingga tiga kali lipat.

“Jepang dengan Indonesia itu tak terlalu jauh, apalagi dengan perkembangan teknologi seperti sekarang jarak dan waktu bukan menjadi penghalang. Kalau tak dipersiapkan antisipasi, kita tak akan tahu 30 atau 50 tahun lagi generasi muda kita bisa melakukan hal serupa dengan yanv terjadi di Jepang,” kata alumnus Ponpes Salafiyah Syafi’iyah Asembagus Situbondo ini.

“Siapa sangka generasi muda kita sekarang sudah gandung dengan budaya Korea dan Drama Korea (Drakor) sehingga budaya bangsa Indonesia sendiri malah terkikis. Pemerintah tidak boleh tinggal diam melihat kekhawatiran para orang tua saat ini,” pungkas Halim.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here